ACT, SEDEKAH & KRISISNYA MORALITAS

“Udah bener Nabi nyuruh nyumbang ke yang paling Deket, malah nyumbang ke ACT”. Sebuah quote yang terpampang di dinding jendela sosial media Instagram. Quote tersebut selain membuat penulis tersenyum sinis, juga memancing penulis mengetahui maksud dan tujuan quote tersebut dirilis. Keyboard papan hp pun mulai beranjak Mengajak berselancar di website. Ternyata, hampir seluruh judul pemberitaan tertuju pada sebuah lembaga filantropi terbesar di Indonesia yakni ACT atau Aksi Cepat Tanggap yang diduga menilep uang donasi publik. Bahkan menjadi trending di Internet dan Google Trends.
ACT atau aksi cepat tanggap merupakan sebuah organisasi nirlaba profesional yang fokus terhadap kerja pada penanggulangan becanda mulai dari fase darurat hingga fase pemulihan setelah bencana. Tidak hanya terfokus pada penanggulangan bencana, organisasi ini juga melebarkan sayap pada kegiatan pemberdayaan, kegiatan spiritualitas seperti qurban, zakat dan wakaf.
Pada tahun 1994 organisasi ACT pertama kali melakukan aksi pada kejadian gempa bumi di daerah Liwa Lampung Barat. Organisasi tersebut semakin bertransformasi menjadi lembaga kemanusiaan global pada tahun 2012, memiliki relasi hingga ke 22 negara di dunia dan sampai hari ini telah memiliki relasi yang cukup luas tersebar di 30 provinsi dan 100 kabupaten kota dengan relawan yang dimilikinya.
Popularitas Aksi cepat tanggap atau ACT di Indonesia dikenal luas, Hampir setiap bencana alam atau non alam yang terjadi di Indonesia selalu hadir menyapa masyarakat dengan bantuan yang digelontorkan. Tidak heran banyak dari dermawan yang tidak tanggung-tanggung merogoh kocek dalam-dalam untuk memberikan sumbangsih harta demi berpartisipasi dan mendukung lembaga kemanusiaan. Terlebih keberadaan ACT yang tidak hanya terfokus pada isu kebencanaan namun juga isu religiusitas semakin meringankan langkah para dermawan menyumbangkan harta untuk diberikan.
Naas, gerakan filantropi yang selama ini dibangun atas nama kemanusiaan harus tercoreng dan menuai kecaman manakala pejabat tingginya diduga menilep dan donasi publik. Hal itu terkuak ketika Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022 yang berjudul “Kantong Bocor Dana Umat”. Satu dari tiga laporan yang dirilis mengungkap bahwa Presiden lembaga filantropi terbesar di Indonesia tersebut diduga menggunakan uang untuk kepentingan pribadi, memenuhi gaya hidup dan memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu pula ia melakukan kampanye berlebihan untuk kepentingan donasi. Publik seakan dibuat marah, hastag #JanganPercayaACT serta Aksi Cepat Tilep berseliweran hampir di seluruh sosial media.
Lembaga yang seharusnya melakukan aksi kemanusiaan sepatutnya tidak meminta imbalan berlebihan. Maka wajar saja Ibnu Rusyd dalam sebuah kalimat menyampaikan “Memperdagangkan agama adalah bisnis yang laku keras di dalam masyarakat yang diselimuti kebodohan”. Menelaah kalimat Ibnu Rusyd, mengatakan apakah masyarakat bodoh tentu bukan diksi yang relevan. Juga tidak cepat menganggap ACT memperdagangkan agama. Walaupun sebenarnya Bukan hanya atas nama agama, namun juga atas nama kemanusiaan, hukum dan keadilan semuanya akan laku “dijual”. Karena bagi orang yang bermental jahat dan tamak hal tersebut sangat menggiurkan. Ya tetap saja dengan cara yang pintar dan halal apapun bisa dijual “bakso” misalnya hehe
Tentu kita mengilhami bahwa mayoritas masyarakat Indonesia bertuhan dan beragama. Mereka tidak kekurangan ibadah, tidak juga kekurangan iman. Walaupun begitu, masih banyak yang kekurangan moralitas dan pengendalian diri. Bagi jiwa yang tamak dan serakah. Keuntungan materi layaknya Tuhan yang harus disembah sampai mati, kepentingan duniawi adalah keuntungan bagi mereka, bagi jiwa yang tamak dan serakah uang ratusan juta terlalu besar untuk di bagi ke yang miskin. Sehingga melalui kacamata penulis melihat problem yang dihadapi ada pada krisis moralitas oknum individu lembaga tersebut.
Maka sangat penting bagi kita untuk mewaspadai dan lebih selektif dalam melakukan donasi, melakukan analis terlebih dahulu, memilih dan menelaah setiap lembaga yang seyogyanya patut kita beri bantuan. Tentu bukan perkara pelit ataupun kikir, namun hal tersebut sangat penting agar niat baik kita jatuh pada ia yang membutuhkan dan bukan dia yang menelan sendiri uang ratusan.