Oleh: Abdul Majid Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat
SEBAR.CO.ID – Berikut Analisis Pembangunan BTS di Dusun Lemer Desa Buwunmas Perspektif berbagai sudut pandang.
1. Perspektif Masyarakat Lokal: Harapan yang Bertepuk Sebelah Tangan
Ketika pembangunan menara telekomunikasi dimulai di Dusun Lemer, masyarakat setempat berharap ini akan menjadi solusi atas keterbatasan akses komunikasi di wilayah mereka. Namun, harapan tersebut berubah menjadi kekecewaan ketika infrastruktur yang dibangun ternyata tidak memberikan layanan bagi mereka, melainkan difokuskan untuk daerah lain.
Sebagai wilayah yang masih minim akses internet dan telekomunikasi, warga Dusun Lemer merasa diabaikan. Mereka bertanya-tanya, bagaimana mungkin sebuah menara berdiri di wilayah mereka tetapi tidak memberikan manfaat langsung? Ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam pembangunan infrastruktur dan distribusi teknologi.
2. Perspektif Regulasi dan Kebijakan Publik: Tanggung Jawab Pemerintah dan Operator
Dari sisi regulasi, pembangunan menara telekomunikasi harus melalui berbagai tahapan perizinan, termasuk persetujuan dari pemerintah daerah serta kajian kebutuhan jaringan. Namun, dalam kasus Dusun Lemer, muncul indikasi bahwa aspek kebutuhan lokal kurang diperhitungkan.
Pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa infrastruktur telekomunikasi memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Seharusnya ada kebijakan yang mengatur bahwa setiap menara yang berdiri di suatu kawasan juga harus memberikan akses bagi wilayah tersebut, kecuali dalam kondisi teknis tertentu yang tidak memungkinkan. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan publik dapat menurun.
3. Perspektif Ekonomi dan Bisnis: Profitabilitas vs Kebutuhan Masyarakat
Bagi penyedia layanan telekomunikasi, pembangunan infrastruktur seperti menara seluler tentu didasarkan pada pertimbangan bisnis. Mereka harus memastikan bahwa investasi yang dilakukan menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Namun, jika keputusan bisnis hanya mempertimbangkan profitabilitas tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat setempat, citra perusahaan dapat menurun. Dalam jangka panjang, kepercayaan publik terhadap operator seluler dapat berkurang jika mereka merasa kebutuhannya tidak diakomodasi. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih inklusif dalam pengembangan infrastruktur telekomunikasi perlu diterapkan.
4. Perspektif Teknologi: Apakah Ada Solusi Alternatif?
Secara teknis, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan agar masyarakat Dusun Lemer juga dapat merasakan manfaat dari menara yang sudah dibangun. Salah satunya adalah menyesuaikan cakupan jaringan agar mencakup wilayah sekitar.
Alternatif lain adalah membangun repeater atau microcell untuk memperluas jangkauan layanan ke daerah yang belum terjangkau. Teknologi seperti ini telah banyak diterapkan di berbagai daerah terpencil untuk meningkatkan akses komunikasi tanpa harus membangun menara baru dari nol.
5. Perspektif Sosial dan Politik: Peran Pemangku Kepentingan
Kasus ini menunjukkan perlunya keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat. Jika tidak ada solusi yang diupayakan, kekecewaan warga dapat berkembang menjadi ketidakpercayaan terhadap proses pembangunan infrastruktur di wilayah mereka.
Sebagai bagian dari DPRD Lombok Barat, saya akan mencoba melakukan beberapa langkah advokasi, di antaranya:
Memfasilitasi pertemuan antara masyarakat, operator telekomunikasi, dan pemerintah daerah untuk mencari solusi terbaik.
Mengusulkan adanya regulasi daerah yang mewajibkan penyedia layanan telekomunikasi untuk mengalokasikan sebagian kapasitas jaringannya bagi masyarakat setempat.
Mendorong agar ada program tanggung jawab sosial (CSR) dari operator yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung akses komunikasi bagi masyarakat di daerah terdampak kebijakan seperti ini.
Kesimpulan: Mencari Solusi yang Adil
Pembangunan menara telekomunikasi di Dusun Lemer yang tidak memberikan manfaat bagi masyarakat setempat mencerminkan adanya ketimpangan dalam perencanaan infrastruktur komunikasi. Dari berbagai perspektif yang telah dibahas, solusi yang ideal adalah pendekatan kolaboratif antara masyarakat, pemerintah, dan operator telekomunikasi untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan manfaat yang adil.
Masyarakat berhak atas akses komunikasi yang layak, pemerintah bertanggung jawab dalam mengawal kebijakan pembangunan yang inklusif, dan operator telekomunikasi perlu menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan tanggung jawab sosial. Jika semua pihak bersedia duduk bersama untuk berdialog, maka solusi yang menguntungkan semua pihak dapat ditemukan tanpa ada yang merasa dirugikan.