Oleh: Abdul Majid, Anggota DPRD Lombok Barat
Sektor peternakan di Lombok Barat memiliki peran penting dalam perekonomian daerah, terutama bagi masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidup dari usaha ternak sapi, kambing, dan ayam. Namun, kondisi pasar saat ini menunjukkan fenomena yang membingungkan: harga ternak di tingkat peternak anjlok, sementara harga daging di pasar tetap tinggi.
Persoalan ini bukan sekadar masalah supply and demand, tetapi juga menyangkut tata niaga yang tidak berpihak kepada peternak, peran tengkulak yang mendominasi distribusi, serta kebijakan daerah yang belum sepenuhnya mendukung peternak lokal. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini akan semakin melemahkan kesejahteraan peternak dan menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.
1. Fenomena Anjloknya Harga Ternak
Berdasarkan laporan para peternak di Lombok Barat, harga jual hewan ternak saat ini jauh lebih rendah dibandingkan beberapa tahun lalu. Beberapa faktor utama penyebab anjloknya harga ternak di tingkat peternak adalah:
Ketergantungan pada Tengkulak: Peternak sering kali tidak memiliki akses langsung ke pasar dan hanya bisa menjual ternaknya kepada tengkulak yang menetapkan harga rendah.
Minimnya Pasar Ternak yang Efektif: Lombok Barat belum memiliki sistem pasar ternak yang terintegrasi dengan baik, sehingga peternak kesulitan mendapatkan harga yang kompetitif.
Biaya Produksi yang Tinggi: Harga pakan ternak dan obat-obatan terus meningkat, sementara harga jual tetap rendah, membuat peternak semakin tertekan.
Masuknya Daging Impor dan Antar Daerah: Daging impor dan daging dari daerah lain masuk dengan harga yang lebih kompetitif, membuat permintaan terhadap ternak lokal menurun.
2. Mengapa Harga Daging Tetap Mahal?
Di sisi lain, meskipun harga ternak turun, harga daging di pasar dan rumah makan tetap tinggi. Beberapa penyebabnya antara lain:
Banyaknya Perantara dalam Distribusi: Dari peternak hingga sampai ke tangan konsumen, daging melewati berbagai pihak, termasuk tengkulak, pedagang besar, dan pengecer, yang masing-masing mengambil margin keuntungan.
Biaya Pemotongan dan Distribusi yang Tinggi: Rumah Potong Hewan (RPH) yang belum optimal menyebabkan biaya pemotongan tinggi, yang akhirnya dibebankan kepada konsumen.
Permintaan Stabil, Pasokan Tidak Terkelola dengan Baik: Walaupun ternak berlimpah, kurangnya koordinasi antara produksi dan distribusi menyebabkan ketidakseimbangan harga.
Spekulasi Harga oleh Pedagang Besar: Beberapa pedagang besar cenderung menahan stok daging untuk menciptakan kelangkaan buatan, sehingga harga tetap tinggi.
3. Langkah-Langkah Solutif untuk Lombok Barat
Sebagai anggota DPRD Lombok Barat yang memiliki perhatian terhadap sektor peternakan dan perdagangan, saya melihat bahwa persoalan ini membutuhkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
A. Reformasi Tata Niaga Peternakan dan Daging
Mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara peternak, Dinas Peternakan, dan Dinas Perdagangan untuk menyusun strategi harga yang lebih adil.
Mengusulkan regulasi daerah yang mengurangi ketergantungan peternak pada tengkulak, misalnya dengan membentuk koperasi atau pasar ternak yang dikelola pemerintah.
B. Meningkatkan Akses Pasar untuk Peternak Lokal
Mendorong pembentukan BUMD atau koperasi peternak yang bisa membeli langsung dari peternak dengan harga yang lebih layak.
Mengembangkan sistem e-commerce peternakan agar peternak bisa menjual ternaknya langsung ke pembeli tanpa perantara.
C. Optimalisasi Rumah Potong Hewan (RPH) Daerah
Meningkatkan efisiensi operasional RPH agar peternak bisa menjual daging dengan harga yang lebih bersaing.
Mewajibkan penggunaan daging lokal untuk kebutuhan konsumsi hotel, restoran, dan katering di Lombok Barat.
D. Penguatan Program Subsidi dan Insentif untuk Peternak
Mengalokasikan bantuan modal dan subsidi pakan dalam APBD untuk membantu peternak menghadapi biaya produksi yang tinggi.
Mengadakan pelatihan bisnis dan pemasaran agar peternak bisa lebih mandiri dalam menjual hasil ternaknya.
E. Membangun Kemitraan dengan Daerah Lain
Menjalin kerja sama dengan kabupaten/kota lain yang membutuhkan pasokan daging dari Lombok Barat, sehingga peternak mendapatkan pasar yang lebih luas.
Mengusulkan kebijakan pembatasan daging luar daerah jika terbukti merugikan peternak lokal.
Kesimpulan: Mewujudkan Tata Niaga yang Berkeadilan
Fenomena anjloknya harga ternak di peternak tetapi mahalnya daging di pasaran adalah tanda bahwa tata niaga peternakan di Lombok Barat perlu diperbaiki. Jika tidak segera ditangani, peternak akan semakin terpuruk, sementara harga daging tetap tidak terjangkau bagi masyarakat.
Sebagai anggota DPRD Lombok Barat, saya berkomitmen untuk memperjuangkan perubahan kebijakan yang berpihak kepada peternak lokal, memastikan bahwa mereka mendapatkan harga yang layak untuk ternaknya, sekaligus menjaga stabilitas harga daging bagi masyarakat.
Saatnya kita membangun sistem peternakan yang lebih adil, berdaya saing, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Penutup:
Artikel ini dapat menjadi bahan diskusi dan advokasi di tingkat DPRD maupun pemerintahan daerah. Saya juga mengajak semua pihak terkait untuk bersama-sama mencari solusi konkret demi meningkatkan kesejahteraan peternak dan menjaga keseimbangan harga di pasar.
Lombok Barat memiliki potensi besar di sektor peternakan. Dengan kebijakan yang tepat, kita bisa memastikan bahwa potensi ini menjadi kekuatan ekonomi yang menguntungkan semua pihak.