“BERSELANCAR DALAM DEMOKRASI DELIBERATIF JURGEN HABERMAS”

Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Mataram
0
136

Oleh: Ishak Hariyanto

Mungkin buku yang tepat dan banyak berbicara mengenai hukum dan demokrasi deliberatif yakni *“Between Facts and Norms: Contribution to a Discourse Theory of Law and Democracy”*. Mari kita berselancar bersama dalam buku Habermas tersebut. Kata “Deliberasi” berasal dari kata Latin deliberatio yang artinya; konsultasi, memikirkan ulang, dan musyawarah. Demokrasi bersifat deliberatif, jika proses pemberian alasan atas suatu kebijakan publik diuji lebih dahulu lewat konsultasi publik atau lewat diskursus publik.

Buku ini juga berbicara bahwa negara hukum tidak dapat diperoleh maupun dipertahankan tanpa demokrasi radikal. Dalam demokrasi deliberatif, negara tidak lagi menentukan hukum dan kebijakan-kebijakan politik lainnya dalam ruang tertutup, tetapi masyarakat dapat memberikan kontribusinya dalam pembentukan setiap kebijakan politik dan hukum. Partisipasi demikian dapat melalui media atau organisasi-organisasi tertentu. Medan publik menjadi arena di mana perundangan dipersiapkan dan diarahkan secara diskursif.

Bagi Habermas ada dua tradisi kenegaraan modern yang menjadi representasi dari kritiknya yaitu, tradisi “Liberal” yang bermula dari John Locke dan tradisi “Republik” paham kenegaraan dari Rousseau. Tradisi liberal memandang hukum dan negara secara total sebagai lembaga-lembaga yang perlu untuk menjamin kebebasan-kebebasan warga masyarakat. Negara merupakan lembaga yang menciptakan kondisi keamanan yang diperlukan agar warga masyarakat dapat hidup dan berusaha dengan bebas. Sebaliknya Rousseau memandang hukum sebagai ekspresi kehendak umum, kehendak suci rakyat. Mengabdikan diri pada negara adalah tugas suci. Republikanisme menegaskan bahwa negara bukan hanya sebagai sarana pelayanan kebebasan individual, tapi ia juga berhak menuntut komitmen dan pengorbanan dari warga negara.

Selanjutnya, dalam demokrasi deliberatif menekankan pentingnya partisipasi publik yang sifatnya dialogis dan secara bersama-sama berupaya mencari kebenaran yang berakar pada fakta, peduli pada kepentingan masyarakat, dan tidak doktriner. Demokrasi deliberatif mewadahi kelemahan-kelemahan mekanisme pemungutan suara yang dilahirkan oleh demokrasi liberal, yang menempatkan sang peraih suara terbanyak sebagai pihak yang berhak menentukan tindakan bersama. Maka dari itu, kebijakan pemerintah harus diuji melalui proses konsultasi publik yang luas. Secara otomatis, proses konsultasi publik yang luas ini meningkatkan partisipasi publik dalam demokrasi.

Mengapa demikian?, karena Habermas sangat mementingkan “rasionalitas dan komunikasi publik” dalam upaya menerapkan demokrasi deliberatif untuk khalayak. Hal ini bisa dipahami mengingat bahwa Habermas memang bermaksud menyusun teori komunikasi dengan tujuan membangun konsensus universal bebas dominasi, yang menjadi kehendak fundamental bagi setiap hubungan sosial.

Dengan demikian, secara tidak langsung bisa kita lihat bersama bahwa rasio menempati posisi yang cukup penting dalam memberikan peluang mengurangi kecenderungan terhadap dominasi di bidang kemanusiaan. Habermas mengatakan demokrasi dan ruang publik sebagai model pragmatis yang mau tidak mau harus berakar pada sistem “nilai rasio komunikasi” dalam masyarakat karena model ini berhubungan dengan ruang publik secara komunikatif serta sifat dari model tersebut sangat ilmiah dan perlu disikusikan dengan pertimbangan yang rasional.

 

Maka dari itu, Habermas menawarkan model demokrasi yang memungkinkan rakyat terlibat dalam proses pembuatan hukum dan kebijakan politik. Itulah demokrasi deliberatif yang menjamin masyarakat sipil terlibat penuh dalam pembuatan hukum melalui berbagai macam diskursus.

 

Peran serta masyarakat dalam kehidupan bernegara sangat penting. Peran itu hanya bisa terwujud jika ada komunikasi bagus antara masyarakat dan pemimpin. Negara harus bisa memberikan ruang bagi masyarakat untuk berkontribusi. Inilah yang dalam teori Jurgen Habermas disebut dengan “Demokrasi Deliberatif”. Teori ini berakar dalam teori tindakan komunikatif, teori tindakan komunikatif adalah dasar epistemik bagi teori demokrasi deliberatif. Menurut Habermas, komunikasi sudah selalu merupakan ciri dasar kehidupan bersama manusia. Dalam bahasa Habermas sendiri, demokrasi deliberatif adalah suatu teori yang menerima deliberasi rasional di antara para warga sebagai sumber legitimasi politik.

 

Demokrasi Deliberatif mendekati situasi pembicaraan ideal bila ia memenuhi kondisi-kondisi formal berikut: (1) inklusif, tidak ada pihak yang dieksklusi dari partisipasi dalam diskusi mengenai topik-topik yang relevan baginya, dan tidak ada informasi relevan yang dilarang, (2) bebas paksaan, setiap orang boleh terlibat dalam argumen secara bebas, tanpa didominasi atau merasa diintimidasi oleh para partisipan lain, (3) terbuka dan simetris, masing-masing partisipan dapat menginiasi, melanjutkan, dan mempertanyakan diskusi mengenai topik yang relevan, termasuk prosedur-prosedur deliberatif.

 

Selain itu, para partisipan juga tanpa batas boleh mengusulkan agenda mengenai deliberasi-deliberasi publik: topik-topik selalu terbuka, ditentukan oleh mereka yang berpartisipasi dalam diskusi-diskusi dan tunduk pada revisi bila diperlukan. Singkatnya, demokrasi deliberatif mensyaratkan semua pihak untuk saling memperlakukan sesama sebagai partner setara atau equal, dan fairness, di mana setiap individu diberi ruang untuk bicara, saling mendengarkan, dan saling mempertanggung- jawabkan posisi masing-masing.

“Zikir Filsafat dan Ilmu FDIK UIN Mataram. Peace begins with a smile”

Leave a reply