Oleh: Abdul MajidĀ
Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat
Mudik telah menjadi budaya tahunan masyarakat Indonesia yang sarat makna, bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi perjalanan batin untuk menyambung silaturahmi dan mempererat ikatan keluarga. Namun, dari tahun ke tahun, kita menyaksikan satu persoalan klasik yang terus berulang tanpa solusi tuntas: mahalnya harga tiket mudik. Tahun ini, fenomena itu kembali mencuat, menyisakan keluhan dari jutaan masyarakat, termasuk warga Lombok Barat.
Fenomena ini bukan lagi sekadar dinamika pasar, tapi sudah menyentuh sisi keadilan sosial dan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Kenaikan tarif yang tidak masuk akal, ditambah dengan sistem pemesanan daring yang tidak transparan, membuat masyarakat semakin kesulitan untuk bisa pulang ke kampung halaman, terutama mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Sebagai anggota DPRD Lombok Barat, saya merasa berkewajiban untuk menyuarakan keresahan ini kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat, agar tidak abai terhadap isu yang sangat menyentuh langsung masyarakatnya. Warga Lombok Barat yang menjadi perantau di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Batam, Kalimantan, bahkan Malaysia, adalah bagian dari kita yang berhak mendapatkan perhatian dan perlindungan kebijakan.
Fakta di Lapangan
Beberapa pengakuan masyarakat menyebutkan, tiket mudik tahun ini melonjak hingga 2 sampai 3 kali lipat. Bahkan untuk trayek antarpulau seperti dari Surabaya atau Batam ke Lombok, harga tiket pesawat maupun kapal laut menembus angka jutaan rupiah, tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Ironisnya, kondisi ini terjadi saat pemerintah pusat maupun daerah seolah tidak memiliki mekanisme pengawasan yang kuat.
Peraturan Gubernur NTB Nomor 43 Tahun 2020 tentang Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Angkutan Penyeberangan
Sudah semestinya menjadi acuan dan dikawal secara tegas oleh pemerintah daerah, termasuk oleh Bupati dan Dinas Perhubungan Kabupaten Lombok Barat. Namun, implementasinya di lapangan sering kali tumpul. Perusahaan angkutan, baik laut maupun darat, masih bebas memainkan tarif sesuai kehendak pasar, terutama pada momentum tinggi seperti mudik dan libur panjang.
Padahal, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum, termasuk transportasi publik, yang menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat.
Mengapa Lombok Barat Harus Peduli?
Lombok Barat adalah daerah pengirim sekaligus penerima arus mudik. Banyak warga kita bekerja sebagai buruh migran, pedagang, hingga ASN yang merantau demi menghidupi keluarga. Ketika biaya mudik menjadi sangat mahal, maka yang terdampak bukan hanya para perantau, tetapi juga keluarga yang menunggu di kampung halaman, perekonomian lokal, serta potensi arus masuk konsumsi yang biasanya terjadi saat Lebaran.
Ketidakmampuan masyarakat untuk mudik karena tingginya harga tiket akan mereduksi nilai sosial, budaya, dan ekonomi dari momentum Lebaran. Oleh karena itu, pemerintah daerah tidak bisa lagi hanya berpangku tangan dan menyerahkan semuanya kepada mekanisme pasar.
Rekomendasi dan Peran Pemerintah Daerah
Sebagai wakil rakyat, saya mengusulkan beberapa langkah konkret yang bisa diambil oleh Pemkab Lombok Barat, yaitu:
1. Membentuk Tim Pengawasan Terpadu yang melibatkan Dinas Perhubungan, Satpol PP, dan lembaga terkait lainnya untuk memantau secara langsung harga tiket angkutan laut, darat, dan udara selama musim mudik.
2. Mendorong komunikasi dan koordinasi intensif dengan Kementerian Perhubungan dan operator transportasi, terutama maskapai dan perusahaan kapal laut yang melayani jalur NTB, agar tidak semena-mena menaikkan harga tiket.
3. Membuka posko pengaduan masyarakat di terminal, pelabuhan, dan bandara untuk melaporkan lonjakan harga yang tidak wajar atau praktik percaloan.
4. Menginisiasi program subsidi atau mudik gratis bekerja sama dengan BUMN, perbankan, dan perusahaan besar yang beroperasi di Lombok Barat sebagai bagian dari tanggung jawab sosial (CSR).
5. Mengoptimalkan media informasi pemerintah daerah, termasuk media sosial dan radio komunitas, untuk memberi edukasi dan informasi akurat kepada masyarakat terkait tarif resmi serta hak-hak konsumen.
Penutup: Waktunya Tidak Diam
Persoalan mudik tidak bisa dianggap sepele. Ini soal rasa keadilan, aksesibilitas, dan kehadiran negara di tengah rakyat.
Momen mudik adalah soal pulang dan pulihnya batin. Jangan biarkan harga tiket yang mahal menjadi penghalang silaturahmi dan penghambat kebahagiaan rakyat. Sudah saatnya pemerintah hadir, bukan sekadar menyaksikan.