LEMAHNYA PERHATIAN MAHASISWA KEPADA PEMERINTAH DESA DI KECAMATAN GERUNG, LOMBOK BARAT

Berbicara tentang mahasiswa tidak akan pernah usai. Sejarah perjalanannya yang penuh sensasi, prestasi bahkan kontroversi selalu menarik untuk dibaca Kembali. Mulai dari pra-kemerdekaan yang ditandai dengan semangat berdiskusi hingga saat ini yang ditandai dengan aksi peduli rakyat dengan wajah demonstrasi marak terjadi. realita ini menjadi alasan penulis untuk mempertanyakan kinerja mahasiswa di ruang yang lebih kecil, yakni dalam hal kontribusi mereka untuk desa.
Dewasa ini, khususnya desa-desa di kecamatan Gerung hampir tidak pernah tersentuh oleh aksi kritis mahasiswa. Sementara itu, permasalahan di tubuh pemerintah desa butuh perhatian khusus dari intelektual muda. Salah satunya adalah permasalahan tentang kurang tampaknya penyaluran anggaran satu miliar/desa. Tentunya mahasiswa dalam hal ini harus membuka mata dan memperjuangkan hak-hak rakyat secara merata.
Sudah selayaknya aksi mahasiswa melawan blunder pejabat tinggi di tingkat pusat juga diterapkan pada pemerintah desa. Memajukan sebuah negara sangat tidak efisien ketika hanya memperbaiki satu bagian saja, namun harus memperbaiki semua bagian secara merata. Bahkan, untuk memajukan suatu negara, efisensi pengelolaan politik desa harus tetap terjaga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rajiv Windi Tristana dalam jurnalnya yang berjudul “Dinasti Politik Dalam Pemerintahan Desa Di Desa Kancilan Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara”, bahwa desa pada dasarnya merupakan cerminan dari negara, karena desa adalah bagian pemerintahan terkecil dan yang paling bawah dari negara.
Oleh karena itu, mahasiswa harus aktif mengkritisi aktifitas pengelolaan desa. Tidak jelasnya pendistribusian anggaran desa-desa di kecamatan Gerung merupakan permasalahan yang harus disuarakan oleh mahasiswa. Mahasiswa bukan hanya meneropong ke atas namun juga menyoroti aktifitas politik pemerintahan desa supaya pengelolaan negara dapat terkontrol dari bawah hingga atas. Karena pada dasarnya kemajuan sesuatu negara sangat tergantung dari elemen yang membentuknya.
Lebih mendalam, menurut filsafat politiknya, Aristoteles bahkan menyinggung tatanan keluarga sebagai pondasi awal yang membentuk negara bagaimanapun besarnya. Negara yang besar tersebut merupakan gabungan dari keluarga-keluarga yang bergabung secara ilmiah untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing individu. Kemudian dalam area yang sedikit lebih besar muncul suatu gugusan pemerintahan dusun atau desa dan selanjutnya hirarki tersebut sampai ke ruang yang lebih luas bernama negara.
Dengan konsep negara yang dibangun oleh Aristoteles tersebut memberi pemahaman tersurat bahwa bahwa cacatnya elemen berarti akan berdampak terhadap tidak baiknya pengelolaan kenegaraan. Oleh sebab itu, walaupun bukan kesalahan membangun aksi berskala nasional, namun juga sangat penting menyoroti dan menjadi pihak yang selalu mengawasi aktifitas tata kelola desa.
Sebagai mahasiswa yang tergabung dalam payung perguruan tinggi dengan Tridharma yang terkenal yakni penelitian, pengabdian dan pendidikan harus proaktif mengawasi titik sebagai manifestasi tindakan meneliti. Melakukan gerakan aksi terhadap kejahatan kebijakan yang tidak pro-rakyat sebagai bagian dari tindakan pengabdian dan secara tidak langsung hal tersebut merupakan langkah pengaplikasian pendidikan karena mendidik orang sekitar agar peka terhadap penyelewengan kekuasaan.
Akhir kata, dengan kehadiran mahasiswa dengan peran pemerhati atau pengawas kebijkan desa akan mejadi alarm merah bagi siapa saja yang melakukan tindakan penyelewengan kekuasaan. Selain itu dengan aksi tersebut masyarakat yang tidak tersalurkan haknya mempunyai harapan kembali untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun politiknya.