Oleh: Abdul Majid
Anggota DPRD Lombok Barat
Lombok Barat dikenal bukan hanya karena keindahan alamnya yang memukau, tapi juga karena akar budaya dan nilai-nilai religius yang melekat dalam kehidupan masyarakatnya. Sebagai daerah destinasi wisata unggulan, kita selalu didorong untuk bersikap ramah, terbuka, dan siap menyambut wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Namun, keterbukaan ini jangan sampai disalahartikan sebagai pembiaran terhadap hal-hal yang bertentangan dengan nilai luhur masyarakat kita, termasuk dalam menyikapi isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).
Data yang mencuat dari daerah tetangga menunjukkan bahwa populasi LGBT terus meningkat, dan ini menimbulkan kekhawatiran sosial serta keresahan budaya. Maka, pertanyaannya: Apakah karena kita ingin mengembangkan sektor pariwisata, kita harus tunduk dan diam terhadap fenomena sosial yang secara terang bertentangan dengan nilai agama dan adat kita? Tentu tidak.
Pariwisata Tidak Harus Menggadaikan Jati Diri
Pemerintah Kabupaten Lombok Barat memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga nilai-nilai dasar kehidupan masyarakatnya, sembari membangun industri pariwisata yang berkelanjutan. Keseimbangan ini bisa dan harus dijaga. Kita dapat bersikap ramah terhadap wisatawan, tanpa harus menerima nilai-nilai asing yang bisa mengganggu tatanan sosial dan moral masyarakat.
Kita menyambut wisatawan dari mana pun dengan tangan terbuka, tapi itu tidak berarti kita mengizinkan penyebaran nilai-nilai yang tidak sesuai dengan falsafah hidup masyarakat Lombok Barat. Kita percaya bahwa pariwisata sejati bukan hanya soal angka kunjungan, tapi juga bagaimana pengunjung menghormati budaya, adat, dan sistem nilai lokal.
Sikap Tegas Pemerintah dan Fungsi Pencegahan
Sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan dan pemangku amanah rakyat, kami mendorong Pemkab Lombok Barat untuk:
1. Meningkatkan edukasi nilai-nilai moral dan agama kepada generasi muda melalui sekolah, masjid, pondok pesantren, serta media lokal.
2. Membangun sistem deteksi dini dan rehabilitasi sosial bagi warga yang mengalami kebingungan identitas atau mengalami tekanan sosial-psikologis.
3. Menguatkan peran keluarga, RT/RW, tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam membina lingkungan sosial yang sehat dan beradab.
4. Menjalin kemitraan dengan pelaku wisata agar memastikan setiap kegiatan pariwisata tetap dalam koridor sopan santun dan ketertiban sosial.
Sikap tegas terhadap penyebaran paham LGBT bukan berarti melakukan kekerasan atau diskriminasi. Justru, kita ingin hadir dengan pendekatan pendidikan, pembinaan, dan perlindungan sosial, agar masyarakat—terutama generasi muda—tidak terseret arus yang bertentangan dengan nilai Pancasila dan agama.
Mengapa Kita Tidak Boleh Diam
Membiarkan arus LGBT berkembang tanpa filter nilai adalah bentuk kelalaian sosial yang bisa menghancurkan generasi dalam diam. Dalam konteks lokal kita yang religius, keberadaan dan promosi LGBT tidak hanya mencederai nilai budaya dan agama, tetapi juga menimbulkan keresahan masyarakat yang berpotensi menciptakan konflik sosial.
Kita tidak sedang anti terhadap manusia yang berbeda orientasi. Tapi kita menolak normalisasi dan legalisasi perilaku yang bertentangan dengan agama dan norma sosial. Ini harus ditegaskan secara jelas, agar masyarakat tidak salah menafsirkan makna toleransi dan keterbukaan.
Penutup
Kita bisa ramah tanpa harus lemah. Kita bisa terbuka tanpa harus membuka semua pagar nilai kita. Lombok Barat harus menjadi contoh daerah yang mampu mengelola pariwisata berbasis budaya dan nilai. Di tengah arus globalisasi, kita tidak boleh kehilangan arah.
Bersikap tegas terhadap LGBT bukan berarti tidak toleran. Itu bentuk cinta pada generasi, budaya, dan peradaban kita.