Lombok Tidak Cukup Disapu Bersih

Oleh: Abdul Majid, Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat dan Pembina Komunitas Ayo Explore Indonesia.

Kunjungan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Ibu Widiyanti Putri Wardhana, ke Pantai Kuta, Mandalika, Lombok Tengah, pada tanggal 24 April 2025, disambut dengan sebuah kegiatan bertajuk Gerakan Wisata Bersih.

Kegiatan tersebut menjadi headline dan ramai diberitakan media seolah-olah pariwisata Indonesia tengah bangkit melalui kerja bakti massal. Tentu kegiatan ini tidak salah—tetapi apakah itu yang paling dibutuhkan oleh sektor pariwisata hari ini?

Kita tentu sepakat bahwa kebersihan merupakan bagian penting dari wajah destinasi wisata. Namun perlu dicatat bahwa isu kebersihan bukanlah barang baru dalam dunia kepariwisataan Indonesia. Sapta Pesona, sebuah konsep utama dalam pengembangan destinasi, sudah menggarisbawahi pentingnya kebersihan sejak program ini diluncurkan pada tahun 1989 oleh Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi saat itu, Jenderal (Purn.) Soesilo Soedarman.

Tujuh nilai utama Sapta Pesona—keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan—telah menjadi ruh dalam strategi pariwisata nasional selama lebih dari tiga dekade.

Oleh karena itu, ketika Menteri Pariwisata saat ini menggembar-gemborkan kampanye kebersihan seolah ini adalah penemuan baru, publik yang paham sejarah akan melihatnya sebagai sebuah pengulangan. Bahkan mungkin sebuah distraksi dari isu utama yang lebih genting.

Salah satu contoh konkrit: pemangkasan anggaran pariwisata oleh pemerintah pusat. Ini menjadi bukti bahwa secara kebijakan, pariwisata tidak ditempatkan sebagai prioritas nasional. Belum lagi keluhan dari pelaku industri perhotelan terkait hilangnya fasilitas Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang selama ini menjadi napas banyak hotel di daerah, termasuk di NTB. Ini menyebabkan kekacauan sistemik dalam operasional destinasi wisata.

Alih-alih hadir sebagai solusi strategis, kementerian tampak lebih fokus pada simbolisme dan seremonial. Sektor lain mendapatkan perhatian penuh lewat insentif fiskal, program strategis nasional, dan dukungan politik; sementara sektor pariwisata, yang paling cepat mendatangkan devisa dan menyerap tenaga kerja, justru ditinggalkan berjalan sendiri.

Kita tidak menolak gerakan bersih-bersih. Tetapi Lombok dan Indonesia tidak cukup disapu bersih. Yang dibutuhkan adalah kebijakan menyeluruh yang berpihak: regulasi yang mendukung pelaku, promosi yang konsisten, insentif ekonomi, dan infrastruktur yang terjaga.

Pariwisata adalah wajah bangsa. Mari jangan hanya membasuh wajahnya dengan air sekedarnya saja. Mari rawat jantungnya dengan kebijakan yang adil dan visioner.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *