Oleh: Abdul Majid, Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat
Baru-baru ini, masyarakat Lombok Barat dikejutkan oleh kasus kejahatan yang terjadi di salah satu pondok pesantren di wilayah Gunungsari. Peristiwa ini membuka mata kita semua bahwa dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang, ternyata juga memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan seksual. Tragedi ini tidak hanya melukai korban secara fisik dan mental, tetapi juga mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.
Kasus ini bukanlah kasus pertama, dan mungkin bukan yang terakhir jika tidak ada langkah serius dan sistematis untuk memperbaiki kondisi kita bersama.
Sebagai masyarakat Lombok Barat, penting untuk menyoroti persoalan ini secara jernih dan luas. Karena ancaman predator seksual tidak hanya mengintai di pondok pesantren, tetapi juga di berbagai bentuk lembaga pendidikan formal maupun non-formal, baik berbasis agama maupun umum.
Melihat Akar Masalah: Mengapa Kasus Seperti Ini Bisa Terjadi?
Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya antara lain:
1. Ketiadaan Sistem Pengawasan Internal yang Efektif
Banyak lembaga pendidikan tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP) perlindungan anak yang jelas, apalagi unit pengawasan internal yang benar-benar bekerja.
2. Minimnya Edukasi Perlindungan Anak bagi Tenaga Pendidik dan Pengurus
Tidak semua guru, ustaz, ataupun tenaga pengajar dibekali pelatihan tentang hak anak, etika berinteraksi dengan siswa, atau keterampilan mendeteksi potensi pelanggaran.
3. Ketertutupan Lembaga dari Pantauan Publik
Lingkungan lembaga yang tertutup terhadap kontrol eksternal (baik dari orang tua, masyarakat, atau instansi pemerintah) memperbesar potensi penyalahgunaan kekuasaan.
4. Kurangnya Kesadaran dan Partisipasi Orang Tua
Beberapa orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak tanpa membangun komunikasi rutin dengan anak dan pihak lembaga, sehingga sulit mendeteksi tanda-tanda kekerasan sejak dini.
5. Belum Adanya Regulasi Perlindungan Anak yang Tegas di Tingkat Daerah
Kebijakan perlindungan anak masih bersifat umum dan belum menyentuh level operasional di satuan-satuan pendidikan secara rinci.
Langkah Strategis: Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat?
Untuk itu, pemerintah Kabupaten Lombok Barat memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk mengambil langkah konkret, antara lain:
1. Mewajibkan Semua Lembaga Pendidikan Memiliki SOP Perlindungan Anak
SOP tersebut harus meliputi pencegahan, pelaporan, penanganan kasus kekerasan, dan pemulihan korban.
Lembaga yang tidak memenuhi standar tersebut tidak diberikan izin operasional.
2. Membentuk Satgas Perlindungan Anak di Setiap Kecamatan
Tugasnya adalah melakukan edukasi, monitoring rutin, serta membuka posko pengaduan berbasis komunitas.
Satgas harus melibatkan unsur Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Polres, Komnas Perlindungan Anak Daerah, dan organisasi masyarakat.
3. Menyelenggarakan Pelatihan Wajib untuk Semua Pendidik dan Pengurus Lembaga
Materi meliputi etika profesi, hak-hak anak, teknik deteksi dini kekerasan, dan prosedur penanganan.
Pelatihan ini harus berkelanjutan, bukan sekali saja.
4. Meningkatkan Peran Orang Tua dan Komite Sekolah
Membentuk forum komunikasi antara orang tua dan lembaga pendidikan sebagai ruang transparansi, evaluasi bersama, serta membangun budaya partisipatif.
5. Mendorong Keterbukaan Informasi Lembaga Pendidikan
Setiap lembaga wajib membuat laporan tahunan tentang program perlindungan anak mereka dan menyosialisasikan ke publik.
Memanfaatkan teknologi informasi (seperti aplikasi aduan online) untuk membuka jalur pengaduan yang aman dan rahasia.
6. Memberikan Pendampingan Hukum dan Psikososial kepada Korban
Pemerintah daerah harus menyediakan layanan konseling, pendampingan hukum, hingga rehabilitasi psikologis bagi korban maupun keluarganya, tanpa biaya.
7. Mengintegrasikan Pendidikan Karakter dan Kesadaran Hak Anak di Kurikulum Lokal
Mengajarkan kepada anak-anak sejak dini tentang hak tubuh mereka, cara mengenali kekerasan, serta keberanian untuk berbicara.
Menutup Luka, Membangun Harapan
Kasus yang terjadi harus menjadi momentum kebangkitan moral kita bersama. Kita harus memastikan bahwa lembaga pendidikan di Lombok Barat menjadi rumah yang aman, tempat di mana anak-anak tidak hanya belajar ilmu, tetapi juga tumbuh dalam perlindungan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap hak asasi mereka.
Sebagai bagian dari masyarakat, saya mengajak seluruh pihak – pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, dan masyarakat luas – untuk berkolaborasi membangun lingkungan pendidikan yang benar-benar bermartabat. Anak-anak kita berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik tanpa bayang-bayang ketakutan.
Lombok Barat harus menjadi contoh bahwa dari luka ini, lahir perubahan nyata.