Oleh: Abdul Majid, Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat.
Fenomena dominasi warga negara asing (WNA) atas kepemilikan aset strategis di daerah-daerah wisata unggulan Indonesia seperti Bali, kini mulai merambah ke daerah lain, termasuk Kabupaten Lombok Barat. Modus yang digunakan pun serupa: praktik nominee atau penitipan aset atas nama warga lokal, sering kali melalui hubungan kawin kontrak atau perjanjian tersembunyi. Ini bukan hanya persoalan legalitas, tetapi menyangkut kedaulatan ekonomi dan perlindungan aset daerah.
Apa Itu Nominee?
Nominee adalah perjanjian tersembunyi di mana seorang WNI “dipinjam” namanya untuk mencatatkan kepemilikan suatu aset, padahal kontrol dan manfaat ekonominya tetap berada di tangan pihak lain — dalam hal ini, WNA. Karena WNA dilarang memiliki tanah di Indonesia, praktik nominee dijadikan celah hukum untuk mengakali peraturan tersebut.
Gejala di Lapangan: Kabupaten Lombok Barat dalam Sorotan
Sebagai kawasan dengan potensi pariwisata yang luar biasa — mulai dari Gili Nanggu, Sekotong, Desert Point Bangko-Bangko, hingga Samara Hills — Lombok Barat menjadi incaran investasi, termasuk oleh pihak asing. Sayangnya, tidak semua investasi berjalan dalam koridor yang benar. Sudah mulai tercium aroma perjanjian nominee, terutama di kawasan pesisir dan daerah yang belum memiliki pengawasan aset yang ketat.
Praktik ini dapat terjadi dalam bentuk:
- Kawin kontrak antara WNA dan WNI lokal untuk mempermudah penguasaan tanah.
- Perjanjian bawah tangan dengan janji bagi hasil yang pada akhirnya merugikan WNI.
- Pengalihan lahan melalui akta jual beli, namun dengan dana dan kontrol dari WNA.
Dampak Buruk Praktik Nominee
1. Hilangnya kontrol masyarakat lokal atas sumber daya alam.
2. Potensi konflik agraria, terutama jika terjadi wanprestasi atau perebutan hak.
3. Kesenjangan sosial-ekonomi antara investor asing dan masyarakat lokal.
4. Merosotnya integritas hukum dan tata kelola pertanahan.
Langkah Strategis: Pentingnya Perda Nominee
Belajar dari inisiatif Pemerintah Provinsi Bali yang tengah merancang Perda Nominee, maka Kabupaten Lombok Barat perlu mengambil langkah serupa. Perda ini bukan untuk menutup pintu investasi, tetapi untuk melindungi masyarakat lokal dan mendorong investasi yang sehat dan adil.
Isi pokok yang bisa dimuat dalam Perda Nominee antara lain:
- Pelarangan bentuk perjanjian nominee dalam bentuk apa pun.
- Sanksi administratif dan pidana bagi pihak yang terlibat.
- Pembentukan tim pengawas aset strategis daerah.
- Edukasi kepada masyarakat tentang bahaya nominee.
- Kewajiban verifikasi latar belakang bagi investor asing.
Penutup
Kabupaten Lombok Barat berada di jalur emas pengembangan kawasan strategis nasional. Namun, di balik geliat investasi, pemerintah harus waspada terhadap praktik yang merugikan rakyat di masa depan. Merumuskan Perda Nominee adalah langkah progresif untuk menjaga kedaulatan ekonomi daerah dan memastikan bahwa pembangunan di Lombok Barat benar-benar berpihak pada masyarakat lokal.
Mari kita dorong pemda dan DPRD Lombok Barat untuk menyusun instrumen hukum yang berpihak pada rakyat. Investasi boleh masuk, tapi regulasi harus menjadi pagar agar Lombok tidak menjadi “milik” orang luar secara diam-diam.