Abdul Majid, Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat
SEBAR.CO.ID – Dalam beberapa waktu terakhir, muncul usulan dari Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, yang menginginkan pencalonan kepala desa (Pilkades) melalui partai politik. Alasannya, kompetisi di tingkat desa dinilai lebih dinamis bahkan “brutal,” sehingga dianggap memerlukan campur tangan partai politik untuk memfasilitasi pencalonan tersebut. Namun, usulan ini memicu berbagai kekhawatiran, terutama terkait independensi dan semangat demokrasi di tingkat akar rumput yang seharusnya bebas dari campur tangan politik kepartaian.
1. Pilkades Bukan Ajang Perebutan Kekuasaan Politik Pemilihan kepala desa memiliki karakteristik yang berbeda dari pemilihan pejabat lain, seperti presiden, gubernur, atau bupati. Kepala desa adalah pemimpin masyarakat lokal yang langsung dekat dengan warganya. Fungsi kepala desa lebih pada melayani, mengayomi, dan menyelesaikan masalah di tingkat lokal ketimbang berpolitik. Jika Pilkades dijadikan arena politik partai, dikhawatirkan kepala desa akan lebih mementingkan kepentingan partai daripada kebutuhan masyarakat.
2. Menjaga Netralitas Desa dari Kepentingan Politik Masyarakat desa sering kali memiliki ikatan sosial yang kuat dan lebih bersifat komunal. Kehadiran partai politik berpotensi menciptakan friksi dan polarisasi yang tidak diperlukan di desa. Selain itu, keterlibatan partai politik dalam Pilkades berisiko mengorbankan netralitas pemimpin desa, yang seharusnya berfungsi sebagai perekat komunitas, bukan sebagai penggerak kepentingan partai tertentu.
3. Rawan Terjadinya Konflik Horizontal Melibatkan partai politik dalam Pilkades berpotensi meningkatkan konflik horizontal di masyarakat. Desa yang tadinya damai dapat menjadi arena persaingan antar-partai, bahkan antar-kelompok, yang berpotensi menimbulkan perpecahan sosial. Kasus korban jiwa di Pilkades, sebagaimana disebutkan dalam usulan, seharusnya menjadi alasan untuk memperbaiki prosedur keamanan dan transparansi Pilkades, bukan membawa kepentingan partai politik ke dalamnya.
4. Memberatkan Calon Kepala Desa yang Tidak Terafiliasi Partai Usulan ini juga berpotensi menutup kesempatan bagi calon-calon independen atau yang tidak terafiliasi dengan partai politik. Banyak calon kepala desa memiliki kapabilitas dan integritas yang kuat meski tidak berpartai. Jika pencalonan harus melalui partai, maka mereka yang tidak berafiliasi dengan partai politik akan kesulitan untuk maju, sehingga kualitas pemimpin desa bisa menurun karena lebih didasarkan pada loyalitas partai daripada kapasitas.
5. Pilkades Seharusnya Fokus pada Isu-isu Pembangunan Desa Kepala desa adalah garda depan dalam mewujudkan pembangunan di desa, yang berorientasi pada isu-isu lokal seperti pengelolaan pertanian, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Ketika Pilkades dipolitisasi, fokus tersebut dapat tergeser. Alih-alih membangun desa, kepala desa berisiko menjadi alat politik yang lebih sibuk mengamankan kepentingan partai ketimbang mengurus kesejahteraan warga desa.
Politisasi Pilkades dengan melibatkan partai politik bukanlah solusi untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan di desa. Justru, langkah tersebut berisiko memecah belah masyarakat, merusak netralitas pemimpin desa, serta menutup kesempatan bagi calon independen yang berkompeten. Sebaliknya, pemerintah perlu memperkuat aturan dan mekanisme Pilkades agar dapat berjalan dengan aman dan adil, tanpa campur tangan partai politik. Dengan mempertahankan independensi Pilkades, kita memberi kesempatan bagi masyarakat desa untuk memilih pemimpin yang benar-benar mengutamakan kepentingan desa, bukan kepentingan partai politik tertentu.