Mewujudkan “Lobar Satu Data” Bukan Sekadar Digitalisasi, tapi Komitmen Kolektif

Oleh: Abdul Majid 

Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat

Langkah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat menjalin kolaborasi dengan Summit Institute for Development (SID) untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan terintegrasi patut kita apresiasi. Ini bukan hanya kemajuan di bidang pelayanan publik, tetapi juga awal dari upaya besar menuju transformasi digital yang berbasis data. Terlebih, semangat mewujudkan “Lobar Satu Data” menjadi jawaban atas kerumitan tata kelola data selama ini.

Namun, di balik semangat baik tersebut, kita perlu menaruh perhatian serius terhadap sejumlah tantangan yang selama ini membuat data kita tumpang tindih, tidak sinkron, bahkan membingungkan. Hal ini terlihat nyata pada setiap momentum penting seperti Pemilu, Pilkada, sensus, hingga pendataan bantuan sosial. Semua berjalan dengan data masing-masing, tanpa keterpaduan yang jelas.

Sebagai bagian dari warga dan juga pengemban amanah publik, saya ingin menyampaikan beberapa catatan kritis. Bukan untuk menyalahkan, apalagi menggurui, tetapi justru sebagai wujud dukungan dan masukan agar langkah baik ini benar-benar menyentuh akar persoalan.

Pertama, kita masih menghadapi lemahnya koordinasi dan komitmen lintas-OPD. Setiap dinas cenderung memiliki sistem dan data sendiri-sendiri, sehingga sulit menyatukan satu peta data kabupaten yang valid dan real-time. Dibutuhkan komitmen kolektif untuk menyatukan visi, bukan sekadar integrasi teknis, tapi juga kesadaran bersama bahwa data adalah dasar dari kebijakan publik yang berkualitas.

Kedua, kita belum memiliki dasar regulasi yang kuat untuk mengikat seluruh unsur pemerintahan dalam pengelolaan data. Untuk itu, saya mendorong agar segera disusun Peraturan Daerah (Perda) atau minimal Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur sistem pengelolaan data secara terpadu. Regulasi ini penting agar keberlanjutan program tidak terhenti di tengah jalan atau berubah-ubah sesuai rezim.

Ketiga, infrastruktur digital kita belum merata. Masih banyak desa, puskesmas, atau sekolah yang terkendala jaringan internet dan perangkat. Ini membuat proses pengumpulan data dari akar rumput tidak berjalan optimal. Maka, pembangunan infrastruktur TIK harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan sistem informasi itu sendiri.

Keempat, aparatur kita belum semua memiliki literasi data yang memadai. Banyak yang masih melihat data hanya sebagai kewajiban administratif, bukan alat untuk menganalisis dan mengambil keputusan. Maka, edukasi dan pelatihan literasi data bagi ASN, perangkat desa, hingga kader kesehatan perlu digencarkan.

Kelima, partisipasi masyarakat juga perlu ditingkatkan. Sistem informasi sebesar apa pun tidak akan akurat jika masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pelaporan dan pembaruan data. Karenanya, pelibatan tokoh masyarakat, pemuda, dan jaringan akar rumput sangat penting agar sistem ini tidak berjalan satu arah.

Terakhir, saya menekankan pentingnya keberlanjutan. Jangan sampai ini menjadi program jangka pendek yang hanya bergantung pada proyek atau mitra. Harus ada keberanian mengalokasikan anggaran APBD secara konsisten agar “Lobar Satu Data” bukan sekadar slogan, tapi menjadi fondasi dalam merancang masa depan Lombok Barat yang lebih terarah dan terukur.

Sebagai anggota DPRD, saya mendukung penuh langkah digitalisasi yang tengah digagas. Tapi mari kita sadari bersama: membangun sistem informasi bukan hanya soal perangkat lunak, tetapi juga perangkat kesadaran dan kemauan politik. Inilah saatnya Lombok Barat bangkit dengan data, bergerak dengan presisi, dan melayani masyarakat dengan lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *