
Sejak masih sekolah di Sekolah Dasar, saya dan hampir semua teman sekelas mengenal salah Satu pahlawan pembela kebenaran yang sering tayang di TV di tahun 90-an. Ya, dia bernama Wiro Sableng. Keahlian bela diri yang didapatkan dari Gurunya yang bernama Sinto Gendeng, menjadi bekal dalam menumpas kejahatan. Eit, tidak hanya itu. Dia memiliki senjata Pamungkas bernama Kapak Naga Geni 212. Kapak tersebut akan keluar tatkala semua jurus sudah keluar, namun belum ampuh menumbangkan lawan, maka dengan menyatukan telapak tangan di depan dada, Kapak Naga Geni 212 akan datang. Dan hampir semua lawan tidak bisa mengalahkan senjata pamungkas ini.
Di Tahun 2021 muncul lagi “Wiro Sableng” dengan cerita dan tokoh yang berbeda. Alur ceritanya-pun lebih dahsyat dan seru, karena musuh yang dihadapi ternyata tidak memakai jurus seperti musuh kebanyakan. Bentuk dan rupa musuhpun tidak terlihat. Ia bernama Virus Corona.
Sejak kedatangannya pertengahan 2019, Pemerintah (bahkan dunia) telah mencoba berbagai macam jurus, namun tidak juga bisa teratasi. Musuh tidak mau mundur sejengkalpun. Mulai dari Jurus PPKM, Lock Down dan lain sebagainya. Suasana dunia persilatan sudah tidak normal lagi. Bahkan muncul istilah “new normal” untuk berdamai dengan serangan musuh. Tapi tetap saja, musuh tidak mau menyerah.
Pemerintah sepertinya sudah maksimal mengeluarkan segala jurus, mulai dari vaksinasi, BLT DD, PPKM Mandiri, PSBB dan lain sebagainya di Tahun 2021. Di Tahun 2022, Pemerintah sepertinya “terpaksa” mengeluarkan jurus Kapak Naga Geni 212 bernama “PERPU 1 2020”.
Dengan Perpu 1 2020 yang sudah di Undangkan menjadi UU no 2 Tahun 2020 tentang keuangan Negara di masa pandemi, Yang didalamnya tertuang bahwa Negara memiliki wewenang untuk melakukan penyesuaian atas besaran belanja wajib dalam menyelesaikan persoalan Pandemi.
Perlu diingat, bahwa saat Kapak Naga Geni 212 sampai ke sasaran, maka apapun yang ditimpanya akan hancur. Begitu juga Perpu 1 2020, dampak yang paling nyata adalah adanya wacana penurunan Anggaran di APBN terkait Dana Desa yang di Tahun 2021 sebanyak 72 triliun akan terkena dampak serpihah “Naga Geni 212” menjadi 68 triliun di tahun 2022. Berkurang sekitar 4 triliun.
Sedangkan Undang-Undang mengisyaratkan bahwa dana desa ditentukan 10% dari dan diluar transfer dana daerah secara bertahap. Tentu tidak serta merta 10%, namun sedikit demi sedikit di tingkatkan secara signifikan untuk sampai titik amanat undang-undang tersebut.
Perpu nomor 1 2020 tiba tiba datang sebagai Penyelamat legitimasi Pemangkasan anggaran hinggga 4 triliunan. Apa yang sangat mendesak sehingga butuh penyesuaian di Anggaran Dana Desa? Bukankah pembangunan dimulai dari Desa? Termasuk Sosial Ekonominya? Termasuk penanganan Pandeminya?
Bahkan Desa diwajibkan untuk menangani maslah pandemi dengan segala asepk yang mengiringinya. Mulai dari BLT hingga penanganan persoalan yang timbul dengan kewajiban membentuk Satgas Covid dan lain sebagainya.
Bahkan Desa yang sudah memiliki rencana pembangunan desa dengan melaksanakan Musdes, harus rela di”pangkas” anggarannya untuk menghadapi situasi pandemi. Belum lagi Desa menghadapi surplus warga berpendapatan rendah akibat pandemi yang secara tidak langsung mewajibkan desa untuk melakukan perbaikan ekonomi melalui Padat karya dan penguatan ekonomi dengan bentuk lain. Intinya, Desa merupakan pion-pion yang dipundaknya tanggung jawab kesejahteraan, kesehatan dan kenyamanan bangsa harus terlayani.
Apalagi di Tahun 2022 adalah tahun terakhir Negara defisit anggaran melebihi 3%. Artinya mulai tahun 2022 Negara harus benar benar serius menata infrastruktur produktif secara ekonomi melalui Desa. Dan jika infrastruktur di Desa terpangkas oleh Naga Geni 212 bernama Perpu 1 2020, maka Desa sebagai ujung tombak pemulihan ekonomi nasional hanya menjadi khayalan saja.
Semoga Pembahasan APBN di sana tidak sampai memotong ranting-ranting penumbuh bunga yang akan menghasilkan buah, bernama DESA.