Abdul Majid, Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat dan Pembina komunitas Ayo Explore Indonesia
SEBAR.CO.ID – Dalam masa jabatan barunya, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana mengumumkan empat program prioritas untuk meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia, mulai dari pemasaran berbasis digital hingga kerja sama dengan institusi global. Namun, melihat kondisi pariwisata saat ini, kritik perlu diarahkan pada strategi yang terkesan belum sepenuhnya menjawab tantangan dan kebutuhan riil di lapangan.
1. Menyasar Transformasi Digital Tanpa Memperkuat Infrastruktur Dasar
Digitalisasi dan “Tourism 5.0” memang merupakan hal positif, terutama untuk pasar global. Akan tetapi, ini seolah hanya mempercantik tampilan luar tanpa memperkuat pondasi dasar yang masih bermasalah. Pariwisata di Indonesia sering terkendala oleh persoalan dasar seperti aksesibilitas, kualitas jalan menuju destinasi wisata, kebersihan lingkungan, dan fasilitas publik yang memadai. Daripada fokus pada asisten AI atau Calendar of Events berbasis digital, urgensi sebenarnya terletak pada peningkatan infrastruktur yang menunjang pengalaman wisatawan secara langsung.
2. Penggunaan Indonesia Quality Tourism Fund Tanpa Fokus pada Kebutuhan Lokal
Program dana pariwisata bertujuan mendiversifikasi atraksi dan menyelenggarakan acara internasional, tetapi apakah ini benar-benar yang paling dibutuhkan oleh industri pariwisata lokal? Di banyak destinasi, pelaku pariwisata masih menghadapi kesulitan untuk memenuhi standar pelayanan karena kurangnya dukungan pelatihan dan permodalan. Alih-alih mengalokasikan dana besar untuk acara internasional, mendukung usaha kecil menengah dan melatih sumber daya manusia setempat akan memiliki dampak yang lebih nyata dan berkelanjutan.
3. Kolaborasi dengan Institusi Global Tanpa Mendayagunakan Potensi Lokal
Meskipun mendirikan sekolah unggulan pariwisata berstandar dunia kedengarannya menjanjikan, namun orientasi ini berpotensi mengabaikan potensi dan kebutuhan lokal. Sumber daya lokal bisa lebih diberdayakan, seperti dengan memperkuat keterampilan pengelola homestay, pemandu wisata, hingga pelaku UMKM lokal yang justru sering menjadi wajah pertama yang ditemui wisatawan. Alih-alih menitikberatkan kolaborasi luar negeri, pendekatan yang memberdayakan tenaga lokal akan lebih relevan dan kontekstual untuk menghadapi persaingan yang ada.
4. Sinergi dengan Ekonomi Kreatif yang Masih Kabur Arah
Sinergi dengan Kementerian Ekonomi Kreatif adalah hal yang baik, namun perlu diperjelas arah dan tujuannya. Pariwisata dan ekonomi kreatif harus benar-benar menyatu dalam mengangkat budaya dan kearifan lokal sebagai daya tarik wisata, bukan sekadar simbol kolaborasi. Kementerian harus fokus pada upaya memperkuat identitas dan karakter khas destinasi lokal. Apakah pengembangan ini akan menghadirkan nilai lebih bagi masyarakat setempat atau hanya berfokus pada kapitalisasi atraksi besar? Sinergi sebaiknya diarahkan pada pengembangan ekonomi rakyat, bukan sekadar kerjasama elit.
Menyimpulkan Tantangan Pariwisata Saat Ini
Pariwisata Indonesia membutuhkan solusi konkret, terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi besar namun terabaikan. Prioritas yang lebih mendasar—seperti kebersihan, transportasi, pendidikan pariwisata lokal, dan perbaikan fasilitas umum—harusnya didahulukan daripada gebrakan yang cenderung “kosmetik.” Upaya revitalisasi pariwisata akan lebih efektif dengan pendekatan sederhana namun berdampak langsung, dan mengurangi ketergantungan pada konsep-konsep internasional yang belum tentu sesuai dengan karakter wisata di Indonesia.
Langkah-langkah Menteri Widiyanti Putri Wardhana memang terarah, namun diperlukan revisi prioritas agar visi pembangunan pariwisata dapat berakar pada kenyataan lapangan, dengan mendorong kemajuan yang nyata dan bermanfaat bagi para pelaku industri dan masyarakat lokal.