RUU Kepariwisataan: Momentum Emas Menuju Transformasi Pariwisata Nasional dan Daerah

Oleh: Abdul Majid 

Anggota DPRD Lombok Barat, Komisi II / Pelaku dan Penggiat Pariwisata

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan yang kini sedang digodok oleh DPR RI bersama Kementerian Pariwisata menjadi topik yang layak disorot secara kritis dan mendalam. Regulasi ini membuka peluang besar untuk menyempurnakan arah pembangunan pariwisata nasional dengan pendekatan yang lebih strategis, inklusif, dan berkelanjutan.

Sebagai daerah yang memiliki berbagai potensi destinasi dan ekosistem kepariwisataan yang berkembang, Lombok Barat perlu memaknai RUU ini lebih dari sekadar kerangka nasional. Ini adalah momentum emas bagi daerah untuk menata ulang orientasi, strategi, dan tata kelola kepariwisataan secara menyeluruh.

Multiplier Effect yang Terabaikan

Dalam narasi nasional, pariwisata selalu digambarkan sebagai sektor yang memiliki multiplier effect. Sayangnya, di tingkat daerah, efek berantai ini kerap tidak terdistribusi secara merata. Pengrajin lokal, warung rakyat, dan UMKM di sekitar destinasi seringkali menjadi penonton dari geliat investasi besar. Dalam praktiknya, pariwisata masih cenderung berwatak sentralistik, tidak inklusif, dan minim keberpihakan pada masyarakat sekitar destinasi.

RUU Kepariwisataan harus menjawab ketimpangan ini dengan pendekatan berbasis community-based tourism dan skema insentif yang mendorong investasi inklusif. Pemerintah daerah juga perlu didorong untuk menyusun masterplan yang berorientasi pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan sosial budaya.

Indonesia Tourism Board: Harapan atau Ancaman?

Wacana pembentukan Indonesia Tourism Board sebagai lembaga promosi pariwisata nasional tentu menarik, namun perlu dikritisi secara hati-hati. Apakah lembaga ini akan menjadi katalisator promosi daerah, atau justru memperkuat sentralisasi narasi destinasi yang hanya fokus pada kawasan tertentu?

Sebagai penggiat dan legislator daerah, saya mendorong agar Tourism Board tersebut memiliki perwakilan daerah, serta ruang partisipasi aktif dari pelaku pariwisata lokal. Jangan sampai promosi besar-besaran ke pasar global justru mengorbankan keragaman lokal yang menjadi kekuatan pariwisata Indonesia.

Infrastruktur dan SDM: Dua Pilar yang Masih Rapuh

Fakta bahwa daerah-daerah dengan potensi wisata unggulan masih kesulitan mengakses destinasi karena minimnya infrastruktur penunjang—baik jalan, jaringan telekomunikasi, hingga sanitasi—menjadi ironi tersendiri. Di sisi lain, SDM pariwisata yang belum terlatih secara optimal juga menjadi penghambat transformasi pariwisata berkualitas.

RUU ini harus menempatkan penguatan infrastruktur dan pendidikan vokasi pariwisata sebagai agenda nasional yang menjangkau hingga level desa. Tanpa itu, quality tourism hanya akan menjadi jargon yang terhenti di meja seminar.

Spirit Legislasi Harus Mewakili Daerah

Sebagai anggota Komisi II DPRD Lombok Barat yang membidangi kepariwisataan, saya menilai bahwa keberadaan RUU ini akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan reformasi kebijakan anggaran di tingkat pusat dan daerah. Alokasi APBD untuk sektor ini masih minim dan kerap bergantung pada pola proyek yang tidak berkelanjutan.

Kita butuh mekanisme transfer fiskal berbasis kinerja sektor pariwisata. Jika suatu daerah mampu menciptakan pertumbuhan wisata berkelanjutan dan inklusif, maka seharusnya daerah tersebut mendapatkan insentif fiskal yang memadai.

Penutup: Saatnya Lombok Barat Tidak Hanya Jadi Penonton

Lombok Barat harus bersiap menyambut era baru kepariwisataan. Kita tidak bisa lagi bergantung pada pendekatan lama. RUU Kepariwisataan adalah jendela peluang, namun akan sia-sia jika kita tidak mengambil peran aktif dalam menyuarakan kepentingan lokal. Baik sebagai pelaku, legislator, maupun warga daerah, kita harus menjadi pengawal agar semangat quality, inclusive, and sustainable tourism benar-benar hidup di akar rumput, bukan hanya berhenti di tataran regulasi nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *