Sekolah Rakyat: Mimpi Besar yang Perlu Diukur Ulang di Tengah Realitas Daerah

Oleh: Abdul Majid Anggota DPRD kabupaten Lombok Barat

Program Sekolah Rakyat yang digulirkan pemerintah pusat untuk tahun 2025 sejatinya merupakan langkah yang visioner dan ambisius. Di tengah tantangan kemiskinan ekstrem yang masih membayangi sebagian wilayah Indonesia, kehadiran Sekolah Rakyat menawarkan angin segar sebagai sarana pemerataan pendidikan serta ikhtiar memutus mata rantai kemiskinan dari hulu.

Namun, sebagai wakil rakyat di daerah, saya perlu mengajak kita semua berpikir lebih jernih dan realistis. Betapapun baiknya sebuah program di atas kertas, keberhasilannya sangat ditentukan oleh kapasitas daerah dalam mengeksekusi kebijakan tersebut. Dalam konteks Kabupaten Lombok Barat, terdapat beberapa catatan kritis yang perlu dikaji secara mendalam.

1. Beban Fiskal Daerah yang Terus Meningkat

Kita sedang berada dalam situasi fiskal yang menuntut efisiensi dan kehati-hatian. Banyak daerah, termasuk Lombok Barat, sedang berusaha menjaga stabilitas keuangan daerah sambil menjalankan program prioritas lokal yang telah direncanakan melalui mekanisme Musrenbang maupun Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD. Ketika pemerintah pusat meluncurkan program seperti Sekolah Rakyat dengan beban pembiayaan fisik – mulai dari penyediaan lahan, bangunan, hingga kelengkapan dokumen – yang ditransfer kepada daerah, maka potensi penumpukan beban anggaran menjadi nyata.

Ini menjadi semacam paradoks kebijakan: di satu sisi pemerintah pusat meminta daerah untuk efisien dan fokus pada program prioritas nasional; di sisi lain, daerah diminta mengakomodasi program pusat dengan konsekuensi anggaran yang tidak kecil. Jika tidak hati-hati, ini akan menjadi bom waktu fiskal bagi banyak kabupaten/kota.

2. Tumpang Tindih dengan Program Daerah yang Sudah Ada

Perlu juga dipertimbangkan bagaimana program Sekolah Rakyat beririsan – atau bahkan berpotensi tumpang tindih – dengan inisiatif pendidikan lokal yang telah lebih dulu berjalan. Lombok Barat misalnya, telah memiliki program penguatan pendidikan non-formal, beasiswa daerah, serta dukungan terhadap sekolah berbasis komunitas. Tanpa sinkronisasi dan pemetaan program yang matang, Sekolah Rakyat bisa menjadi duplikasi yang mahal.

3. Tantangan Kelembagaan dan Kesiapan SDM

Membangun sekolah bukan hanya soal gedung dan kurikulum. Kita perlu menyiapkan tenaga pengajar yang kompeten, sistem manajemen sekolah yang adaptif, serta model pendidikan yang benar-benar mampu membentuk generasi mandiri sebagaimana cita-cita awal program ini. Tanpa dukungan SDM dan kelembagaan yang kuat, Sekolah Rakyat bisa terjebak menjadi proyek mercusuar yang hanya cantik dalam laporan.

4. Usulan dan Rekomendasi bagi Pemkab Lombok Barat

Sebagai anggota legislatif, saya mengusulkan beberapa hal strategis kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Barat:

  • Melakukan kajian kelayakan fiskal dan teknis secara menyeluruh sebelum menyetujui atau menyambut program Sekolah Rakyat, agar tidak menambah beban pembiayaan jangka panjang tanpa kepastian hasil.
  • Mengusulkan skema pembiayaan sharing atau insentif khusus dari pemerintah pusat yang tidak hanya sekadar instruksi program, tetapi juga disertai dukungan anggaran langsung.
  • Mendorong Bappeda dan Dinas Pendidikan agar melakukan pemetaan daerah rawan putus sekolah yang benar-benar membutuhkan intervensi Sekolah Rakyat, dan menjadikannya acuan dalam menerima atau menolak lokasi program ini.
  • Melibatkan DPRD sejak tahap awal, bukan hanya sebagai pengesah anggaran, tetapi sebagai mitra kritis dalam mengawal relevansi dan keberlanjutan program.
  • Akhirnya, kita tentu tidak menolak program yang pro-rakyat. Tetapi sebagai daerah, kita perlu bersikap cermat dan selektif. Lombok Barat tidak boleh menjadi sekadar pelaksana teknis dari program pusat, melainkan harus menjadi penentu arah kebijakan lokal berdasarkan kondisi dan kapasitas riil kita sendiri.
  • Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Ia tidak boleh ditentukan oleh kejar tayang program, melainkan harus dibangun di atas pondasi kualitas, konsistensi, dan keberlanjutan. Semoga Sekolah Rakyat, jika benar-benar akan dijalankan, tidak menjadi beban baru, melainkan solusi sejati bagi anak-anak Lombok Barat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *